Selasa, 29 Maret 2011

Identitas Buku
Judul Buku                  : Dewi Kawi
Pengarang                   : Arswendo Atmiloto
Thn. Terbit                  : 2008
Penerbit                       : PT Gramedia Pustaka Utama
Harga                          : Rp. 22000


Sinopsis
Juragan Eling, begitu semua orang memanggilnya, dia adalah seorang pengusaha sukses yang tetap rendah hati. Di mata rekan bisnisnya, Eling adalah tokoh usahawan yang jenius dank eras kepala. Namun bagi karyawan-karyawannya, Eling bukan hanya jenius dan keras kepala, tetapi juga seseorang yang hatinya sebaik hati orang tua dan seakrab seorang sahabat. Sosok Eling adalah sosok yang begitu tekun dan giat dalam mengerjakan apapun, ini terbukti dengan apa yang ia miliki sekarang ini. Eling yang dulu bukanlah Eling yang luar biasa, ia terlahir sebagai anak dari golongan bawah. Segala prestasi dan kekayaan diperoleh dengan kerja keras dibantu adiknya Podo.
Eling sempat memperoleh pendidikan sampai sekolah menengah atas, namun karena kuarang biaya ia tak dapat lagi melanjutkan. Setiap hari keluarganya hampir tidak punya apapun untuk merka makan. Sepulang sekolah ia  pergi ke pasar untuk mencari sisa-sisa kol yang hampir membusuk untuk diperas dan diambil airnya untuk dijadikan pengganti kol. Karena kol bukanlah jenis sayuran yang mahal maka Eling pun mencoba untuk mengolah air kelapa. Air kelapa yang dibuang begitu saja di pasar ia tampung, dan dihangatkan sekedar agar tidak basi. Air kelapa ini sangat laku di pasaran karena air kelapa ini mampu menjadikan daging menjadi lebih empuk. Dari sinilah ia bersama Podo mulai membuat sari buah, jeruk, bengkoang,dan segala dagangan yang ada di pasar.
Sedikit demi sedikit perekonomiannya mulai berubah, namun layaknya manusia biasa Eling muda pun jatuh cinta dengan seorang wanita bernama Kawi. Kawi adalah seorang pekerja seks, yang beberapa kali menemaninya “berkencan”. Mereka saling mencintai, bahkan Kawi terus mendesak Eling untuk menikahinya agar ia bisa keluar dari tempatnya bekerja, namun Eling terus menolak dengan alasan ia belum punya banyak uang dan ia takut kalau cinta mereka hanyalah cinta birahi semata. Akhirnya mereka pun berpisah, Eling sudah menikah dan dikaruniai anak dan cucu sementara Kawi hilang entah kemana. Eling yang merasa dirinya banyak berutang budi pada Kawi secara tiba-tiba meminta Podo untuk mencari cinta masa lamunya diam-diam. Ia ingin berterima kasih pada Kawi karena secara tidak langsung ialah yang mencetuskan ide-ide usaha perusahaan Eling hingga ia bias sesukses sekarang.
Sebelum meninggal akibat penyakitnya, Podo pun meninggal sebelum bisa melihat kakak yang ia cinta hormati bertemu dengan Kawi, kekasih masa lalunya. Namun sebelum meninggal Podo sempat membawa 15 nama dan profil wanita yang bernama Kawi pada sang kakak, namun Eling merasa ragu.


Analisis
Untuk novel ini, adan digunakan pendekatan stuktural dan psikologi untuk mengungkapkan detail isi dari novel ini.
Secara struktural novel ini dapat terurai sebagi berikut :
1.      Tema : tema dalam novel ini terbagi atas dua, yakni tema utama, dan sampingan. Tema utama novel ini menceritakan tentang bagaimana sebuah masa lalu bisa menguasai kehidupan masa kini dan masa depan kita, lalu tema sampingannya adalah sebuah perjuangan dalam menyikapi kehidupan.
2.      Latar : latar waktu terjadinya peristiwa ini adalah di masa kini, sedangkan latar tempatnya di pabrik, di rumah, dan beberapa tempat lain yang sifatnya tidak tetap.
3.      Alur : alur yang tergambar dalam novel ini adalah jenis alur maju dan mundur atau dengan kata lain adalah alur campuran. Alur bergerak maju saat objek yang diceritakan adalah Eling namun tiba-tiba alur bergerak mundur saat objek yang diceritakan adalah Kawi. Alur mundur terlihat jelas pada bagian ke-15 halaman 82, yang berupa potongan-potongan cerita masa lalu Eling bersama Kawi.
4.      Tokoh dan watak :
·         Juragan Eling : pekerja keras, humoris dan plin-plan
Contoh : “ saya disebut kere, dan memang mirip peminta-minta. Daun kol saya peras dan ambil airnya untuk dijual, air kelapa yang biasanya dibuang begitu saja dipasarpun saya tampung dan saya hangatkan sekedar agar tidak basi lalu saya jual.”(hlm. 8)
“ Kalau musim rambutan, saya membuat bakaran biji rambutan. Bahkan biji kedondong pun ternyata enak.” (hlm. 14)
“Awalnya itu bukan gambar monyet . gambar wajah saya …. Adik saya Podo yang menggambar (hlm. 8)
·         Kawi : kemauan keras, dewasa, penyayang.
Contoh : “ Tak perlu dipersiapkan. Kita memanggil naib. Cukup satu lalu kita dinikahkan dan saya punya alas an untuk keluar dari kompleks ini.” (hlm. 83)
“ Memang kita akan repot. Keluargamu berkeberatan, atau banyak yang menyalahkan ? tapi kalau kita sama-sama Ling tidak apa. Kaya atau miskin itu tinggal siapa dan bagaimana merasakannya.” (hlm. 90)
“ Kalau kamu mau menunggu barang satu jam, saya bisa memberi uang untuk naik becak.” (hlm. 96)
·         Podo : jujur pekerja keras dan saying serta hormat pada kakanya.
Contoh : “ Saya mengerti tugas saya, dan akan saya lakukan sendiri.” (hlm. 14)

Novel Dewi Kawi ini adalah novel yang diselesaikan hampir bersamaan dengan novel-novel Arswendo yang lainnya. Sosok Arswendo adalah sosok yang tidak asing lagi kita dengar. Arswendo Atmowiloto lahir dengan nama Sarwendo di Surakarta, 26 November 1948. Ia mengubah namanya dari Sarwendo ke Arswendo dengan alasan namanya yang sekarang lebih popular. Jadi sampai dengan saat ini dialah si Arswendo dengan membubuhkan nama ayahnya Atmowiloto. Popularitas Asrwendo dimulai pada saat di tergabung sebagai wartawan majalah dan surat kabar seperti Hai dan Kompas. Tahun 1990 ia juga sempat menjadi pemimpin redaksi tabloid monitor, karena sebuah jejak pendapat tentang tokoh-tokoh yang dikagumi yang digelar tabloid tersebut ia harus masuk penjara selama lima tahun. Saat itu ia pun tidak tahu harus berbuat apa karena apa yang ditulis di tabloid tersebut tentang namanya yang berada di posisi ke-10 diatas nabi Muhammad membuat masyarakat Islam marah. Ia sebagi orang nonmuslim dianggap telah melecehka nabi Muhammad, padahal ia pun sebenarnya tidak tahu-menahun soal itu karena semuanya pilihan masyarakat, namun sebagai pemimpin yang bertanggung jawab ia terima hukuman tersebut.
Walaupun di dalam penjara Arswendo tetap terus menulis dan menerbitkan buku atau artikel-artikel di surat kabar dengan berbagai nama samaran. Sosoknya adalah orang yang santai dan humoris. Dia pernah mengikuti program penulisan kreatif di Ioa AS, 1979 dan dikenal juga sebagai pengamat televise. Pemilik rumah produksi PT Ahmochademas Persada ini telah banyak menghasilkan sinetron seperti keluarga cemara, pemahat prambanan, menghitung hari, dan vonis kepagian, dan di dunia tulis menulis ia telah menerbitkan Blakanis, Dewi Kawi dan sebagainya.
Pada kesempatan ini akan dibahas tentang salah satu karyanya, yakni Dewi Kawi. Banyak hal yang menarik yang terlihat dalam karyanya yang satu ini. Dia mengemas suatu tema yang biasa menjadi berbeda. Selain alurnya yang maju-mundur, jalan cerita dari novel ini pun menarik. Pada awal pemunculan tokoh Eling dan Podo pembaca dibuat iba, kasihat dan salut atas perjuangan keduanya dalam mencapai kesuksesan, selanjutnya pembaca pun dibuat penasaran tentang sosok Kawi yang sangat dicari-cari oleh Eling. Bahasa yang diguankan pun sederhana, dan yang paling menarik dibeberapa bagian Arswendo mempergunakan kata_kata yang filsafatis untuk memunculkan pesan-pesan kemanusiaan yang sosialis. Jika dibaca secara mendalam novel ini terbagi atas serpihan-serpihan cerita yang tersusun rapid an matang sehingga tak terlihat seperti tempelan. Bagian yang paling kuat dalam novel ini adalah bagian 7 sampai bagian 9. Pada bagian 7, pengarang membuat semacam kata sambutan menjelang pemakaman sang tokoh Podo yang diucapkan Eling. Realitas itu ternyata tidak satu. Realitas selalu berubah. Bukan hanya maknanya, tetapi realitas itu sendiri. Realitas terbangun melalui peristiwa, dan sesuai dengan perjalan waktu, peristiwa itu diubah. Menjadi lebih cantik atau lebih seram.penyempurnaan terjadi terus, kerika seseorang itu meninggal. Uapacara kematian, dengan pidato atau tulisan karenanya menjadi sangat penting, agar lebih resmi.  Kutipan itu memunculkan sosok Arswendo kedalam cerita secara tidak langsung, sedangkan pada bagian 8 berisi jelas tentang serpihan-serpihan semacam buku diary yang ia lukiskan untuk menerangkan Eling dan Kawi dan pada bagian 9 adalah bagian yang merupakan klimaks dari cerita ini.
Struktur keseluruhan isi dalam novel ini sangat unik. Secara keseluruhan peristiwa-peristiwa yang tergambar sangat sinergi, namun apabila diperhatikan, peristiwa ini hanya potongan-potongan peristiwa yang ditempel dengan tepat dan rapi sehingga alur atau jalan cerita pun terbentuk. Novel ini sangatlah Arswendo, sosoknya itu benar-benar mendominasi pemunculan tokoh, watak bahkan amanat. Novel ini sarat akan humanisme sosialis dengan tumpuan objek Eling. Sosok Eling yang komplek, dalam artian memiliki seluruh sikap manusia terutama seorang laki-laki mengendalikan cerita. Sifat eling yang pekerja keras, bersahaja atau bahkan kisah cintanya pada Kawi ada dalam kehidupan di masyarakat. Pada penggalan paragraph novel ini pada paragraph sebelumnya pada tulisan ini tergambar perasaan Arswendo yang memaknai realitasnya dipenjara sebagai sebuah realitas yang harus dia jalani walaupun ada penyesalan. Ideology agama pun muncul dalam novel ini walaupun hanya implisit saja.
Kekuatan novel ini secara keseluruhan adalah bagaimana pengarang mampu membuat serpihan-serpihan peristiwa yang ada menyatu dengan alur sehingga sangat memperkuat jaln cerita, sedangkan kelemahan dari novel ini adalah akhir cerita yang mengambang. Kengambangan cerita ini bias dilihat dari dua sudut pertama karena memang segala sesuatu dalam hidup itu tidak semuanya dapat kita miliki atau yang kedua, pengarang tidak siap atau sengaja menggantungkannya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap klimaks yang sudah dibangun ternyata hasilnya mengecewakan.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar